kabar umat

segera hadir: koran mingguan
kabar umat

Senin, 21 Februari 2011

Konflik Rumah Tangga di mata K.H Didin Hafinuddin

K.H Didin Hafinuddin

Konflik Rumah Tangga: Jauhi Sikap buruk

Keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah (harmonis, bahagia dan penuh rahmat) adalah dambaan bagi setiap pasangan suami istri. Keluarga harmonis yang penuh rahmat itu pun bukan berarti tidak pernah menemui konflik. Tapi tidak sulit untuk menemukan rahasia besar keluarga ideal.
K.H Didin Hafinuddin mengatakan, rahasia keluarga ideal Islam itu tergantung pada sikap dan perilaku suami dan isteri dalam kehidupan sehari-hari. Keluarga itu bukan sekedar tempat berkumpul suami isteri dan anak-anaknya, tetapi keluarga itu harus menjadi media baru dan sarana efektif dalam membina diri untuk menguatkan ketauhidan dan keimanan diri kepada Allah Swt. suami dan isteri harus senantiasa melaksanakan peran dan kewajibannya masing-masing sebagaimana yang ajarkan Rasul Saw.
Untuk lebih mengingatkan peran suami isteri dalam berumah tangga, Didin mengatakan. Kewajiban suami di antarnya adalah memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan keluarga, membantu peran istri dalam mengurus anak, menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi kelangsungan dan kesejahteraan lahir batin, serta dunia akhirat, menyelesaikan masalah dengan bijaksana, tidak sewenang-wenang dan kasar.
Salah satu rujukan yang perlu diketahui para suami adalah. Rasulullah Saw. bersikap tawadhu’ (rendah diri) dihadapan istri-istrinya, sampai-sampai beliau membantu istri-istrinya dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga meskipun di tengah kesibukan beliau menunaikan kewajiban beliau untuk menyampaikan risalah Allah atau kesibukan mengatur kaum muslimin. Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat”. (H.R. Bukhari).
Dari Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah (Ethiopia) masuk kedalam masjid bermain, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada, “Wahai yang kemerah-merahan (maksudnya adalah Aisyah)[3], apakah engkau ingin melihat mereka?”, aku berkata, “Iya”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berdiri di pintu lalu aku mendatanginya dan aku letakkan daguku di atas pundaknya dan aku sandarkan wajahku di pipinya…Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)”, aku berkata, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”, lalu beliau (tetap) berdiri untukku (agar aku bisa terus melihat mereka. Kemudian ia berkata, “Sudah cukup”, aku berkata, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”. Aisyah berkata, “Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan tetapi aku ingin para wanita tahu bagaimana kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah pun senantiasa menguatkan tali kasih sayang secara variasi dalam cara bermuamalah dengan istri. Berusaha menyenangkan hati istri adalah perilaku dan sikap yang dicontohkan Rasul, walaupun hanya dengan perkataan. Rasul Saw. bersabda, “Perkataan yang baik adalah sedekah”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana cara Rasulullah Saw. memberi nasehat dan arahan kepada istrinya, di mana beliau ingin agar Aisyah merasa bahwa ia tahu kapan Aisyah marah kepadanya dan kapan ridho kepadanya? Dari Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. berkata kepadaku, “Sesungguhnya aku tahu jika engkau sedang ridho kepadaku dan jika engkau sedang marah kepadaku”. Aku berkata, “Dari mana engkau tahu hal itu?”, beliau berkata, “Adapun jika engkau ridho kepadaku maka engkau berkata “Demi Robnya Muhammad”, dan jika engkau sedang marah maka engkau berkata, “Demi Robnya Ibrahim”! Aku berkata, “Benar, demi Allah wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu saat menafsirkan ayat: ِmenyatakan, “Termasuk akhlak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sangat baik hubungannya dengan para istri beliau. Wajahnya senantiasa berseri-seri, suka bersenda gurau dan bercumbu rayu, bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dalam hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai, beliau pernah mengajak Aisyah Ummul Mukminin r.a berlomba lari, untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173).
Sedangkan kewajiban isteri adalah mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab, menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar, menjaga kehormatan keluarga, menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, serta mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Istri juga harus menjaga sikap dan perilaku kepada suaminya. Tak pantas seorang isteri bersikap dan berperilaku kepada suaminya dengan ucapan yang kasar, sikap membangkang, membantah dan mengumpat serta tinggi hati. Tak terkecuali apa pun status sosialnya, dari mana keturunannya, sekaya dan setinggi apa pun kedudukannya.
Isteri senantiasa menjaga kehormatan dan harta suami. Allah Swt. berfirman, “Maka wanita-wanita yangbaik itu ialah yang mentaati suaminya dan menjaga hal-hal yang tersembunyi dengan cara yang dipelihara oleh Allah.” (QS. An Nisa’:34). Dan Rasulullah Saw., “Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan5 dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita/istri shalihah.” (H.R. Muslim).
Dan bukan istri yang digambarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Umar ibnul Khaththab r.a,“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan (harta yang disimpan) seorang lelaki, yaitu istri shalihah, yang bila dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan menaatinya dan bila ia pergi si istri ini akan menjaga harta dan keluarganya.” (HR. Abu Dawud. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu menshahihkannya di atas syarat Muslim dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57).
Isteri wajib mentaati suaminya selama bukan untuk bermaksiat kepada Allah Swt sebab pahalanya amat besar. Al Bazzar dan Ath Thabrani meriwayatkan bahwa seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah Saw. Lalu berkata, “Aku adalah utusan para wanita kepada engkau: jihad ini telah diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki; jika menang diberi pahala, dan jika terbunuh mereka tetap hidup diberi rezeki oleh Rabb mereka, tetapi kami kaum wanita yang membantu mereka, pahala apa yang kami dapatkan?” Nabi Saw. menjawab, “Sampaikanlah kepada wanita yang engkau jumpai bahwa taat kepada suami dan mengakui haknya itu sama dengan jihad di jalan Allah, tetapi sedikit sekali di antara kamu yang melakukannya.”
Tuturan di atas hendak memberikan gambaran tentang indahnya rumah tangga seorang muslim yang memerhatikan akhlak mulia dalam pergaulan suami istri, sebagaimana rumah tangga Rasulullah Saw. Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun seorang istri.
Pondasi dasar untuk melaksanakan kewajiban tersebut, suami isteri senantiasa bertaqwa kepada Allah Swt. Semakin tebal ketaqwa’an, semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiran-Nya dalam rumah tangganya. Untuk itu visi utama berumah tangga adalah taat kepada Allah Swt., yakni istiqomah dalam menjalankan ibadah dan beramal shaleh.
Maka dengan ketaqwaan akan lahir sikap dan perilaku yang diajarkan Rasul Saw. Firman Allah SWT didalam Al Qur’an Surat Ar-Rum ayat 21: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istreri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Islam menghendaki hubungan suami isteri adalah hubungan yang sangat erat, hubungan yang melengkapi ruhani dan jasmani yang kokoh dan berada dalam pengaharapan ridha-Nya. Oleh karena itu, segala jalan konflik yang dapat merenggangkan ikatan yang suci bagi kedua suami isteri itu hendaklah dicegah dan dihindarkan dengan segala daya dan usaha yang kuat dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang terpuji. Ahmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar